JAKARTA – Pengamat Politik IPI Karyono Wibowo menilai pada umumnya, setiap kebijakan pasti ada resistensi atau penolakan, ada yang pro dan ada yang kontra. Termasuk, adanya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Untuk diketahui, ada beberapa kelompok yang menyatakan menolak adanya IKN Nusantara di Kaltim. Salah satunya adalah Partai Masyumi yang secara tegas menolak dan mengajukan gugatannya ke MK melalui punggawanya Abdullah Hehamahua.
“Hal itu sudah menjadi kelaziman di setiap penentuan kebijakan. Sejauh masih dalam batas koridor demokrasi, hal tersebut tidak menjadi masalah,” tegas Karyono, hari ini.
Jika ada yang menolak pemindahan IKN Nusantara, kata dia, anggap saja itu bagian dari kebebasan berpendapat. Karena di era keterbukaan seperti sekarang ini, telah memberikan ruang kebebasan berpendapat bagi setiap warga negara.
Demokrasi yang berlangsung di tengah disrupsi informasi saat ini, mendorong pertarungan opini secara bebas. Pro kontra sulit dibendung. Pemerintah terpaksa harus menghadapi gempuran opini dari kelompok yang kontra.
“Itu sudah menjadi resiko dalam pengambilan kebijakan saat ini. Karena pro kontra pasti terjadi, maka yang penting bagi pemerintah adalah mampu meyakinkan publik bahwa kebijakan pemindahan ibukota bertujuan positif, untuk kemajuan bangsa dan negara. Sejauh tujuannya positif, maka pemerintah tidak perlu risau. Maju terus pantang mundur,” sebut Karyono.
Karena, kata dia, setiap kebijakan pasti ada yang berbeda pendapat. Apalagi, di tengah pertarungan politik 2024 tentu suara yang menentang kebijakan pemerintah semakin massif karena berhubungan dengan berbagai kelompok kepentingan (interest group).
“Meski terkadang alasan penolakan pemindahan ibukota kurang kuat, tetapi dalam konteks pertarungan politik, yang penting adalah narasi yang dapat mempengaruhi persepsi publik,” kata Karyono lagi.
Karyono melanjutkan substansi kerap dianggap tidak penting, karena yang penting adalah narasi yang dapat mempengaruhi persepsi. Karenanya, kelompok penentang pemindahan IKN Nusantara khususnya politisi tak jarang menggunakan narasi propaganda provokatif yang bertujuan untuk mendelegitimasi kebijakan pemerintah hingga meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
“Hal tersebut memang sudah menjadi kebiasaan dalam pertarungan politik kontemporer. Pertarungan politik kerap menabrak etika politik dan konstutusi. Paradigma politik saat ini yang penting adalah kekuasaan,” pungkasnya.